Benarkah Warga LDII Menganggap Rokok Harom?

Benar. Karena, merokok adalah merupakan pintu gerbang dari narkoba dan mubadzir (pemborosan) menurut Alloh, karena merokok menimbulkan banyak kemudhorotan / bahaya bagi pengguna aktif maupun pengguna pasif. Mubadzir berarti termasuk perbuatan syetan.

                Membeli rokok termasuk memubadzirkan harta, yaitu menggunakannya untuk sesuatu yang tidak memberikan manfaat, bahkan sama dengan membeli racun yang sangat membahayakan. Alloh telah melarang tabdzir (membelanjakan harta pada hal-hal yang tidak berfaedah alias hanya pemborosan). Sebagaimana Alloh Ta’alaa telah berfirman dalam Al-Qur’an, Surat Al-Isro’/Bani Isroo’il, No. Surat: 17, Ayat: 26-27, yang artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”.

Yang artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan, padahal syaitan itu adalah sangat kufur kepada Tuhannya”.

  Setiap orang yang mempunyai keimanan penuh dan waras pasti membenci syetan, karena syetan adalah musuh manusia. Tidak ada seorang pun di antara kita yang bersedia untuk menjadi teman syetan, sebab kalau ia bersedia menjadi teman syetan berarti ia telah mendurhakai Alloh dan Rosululloh. Sebagaimana Alloh Ta’alaa telah berfirman dalam Al-Qur’an, Surat Faathir, No. Surat: 35, Ayat: 6, yang artinya: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”.

                   Kita telah sama-sama mengetahui dan memahami bahwa Alloh Ta’alaa telah menurunkan aturan bagi kita sebagai kaum mu’minin tentang cara memelihara kesehatan badannya dan menjaga kesetabilan aqidahnya. Alloh Ta’alaa telah melarang kita dari segala hal yang memabukkan, membuang waktu, atau hal lain yang dapat merusak badan dan otaknya, mengurangi ketho’atan kepada-Nya, dan merusak amal ibadahnya. Sebagaimana potongan firman Alloh Ta’alaa dalam Al-Qur’an, Surat Al-A’roof, No. Surat: 7, Ayat: 157: Yang artinya: “Dan Dia (Alloh) menghalalkan bagi mereka yang baik-baik dan mengharomkan yang buruk…”.

                   Al-Khobaaits, adalah segala sesuatu yang dipandang kotor oleh thobiat dan jiwa manusia; segala sesuatu yang apabila dikonsumsi, akan menimbulkan bahaya dan penyakit. Ayat tersebut menegaskan suatu prinsip bahwa semua yang membahayakan ini hukumnya adalah harom. Sedangkan rokok adalah termasuk ke dalam kategori khobaaits, karena terdiri atas tembakau, nikotin, dan karbon monoksida. Semestinya kita dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, bila kita benar-benar merasa telah mendapatkan hidayah / petunjuk Alloh yang benar. Sebagaimana firman Alloh Ta’alaa dalam Al-Qur’an, Surat Al-Maaidah, No. Surat: 5, Ayat: 100, yang artinya: “Katakanlah (Muhammad): "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu membuat kamu tertarik, maka bertakwalah kepada Alloh, hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."

                   Umpama kita yang perokok ini sengaja tidak mau berhenti merokok sebab punya keyakinan “Sudah 20 tahun aku terus merokok, nyatanya aku sehat-sehat saja. Sebaliknya, aku punya teman tidak merokok, tapi dialah yang justru sering sakit-sakitan”. Hai saudaraku kaum muslimin, apalah artinya fisik kita sehat kalau kita dianggap Alloh sebagai saudara syetan. Maka, jika merokok itu tidak berdampak negatif selain karena pemborosan dan menjadi teman syetan, apakah masih ada pernyataan lain yang dipandang lebih kuat dan lebih mengerikan daripada pernyataan berikut ini merupakan peringatan dan larangan merokok? Sebagaimana yang telah diriwayatkan dalam Hadits Bukhori dari Khoulah Al-Anshoriyah, ia berkata: “Aku mendengar Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki yang menggunakan harta Alloh secara tidak hak / benar, maka kelak pada hari kiamat mereka memperoleh (siksa) neraka”.
                   Membeli rokok termasuk pemborosan harta dan perusakan terhadap dirinya dan orang sekitarnya dengan cara yang tidak benar. Mestinya, uang untuk infaq, shodaqoh malah dikurangi atau bahkan boleh jadi malahan tidak ditetepi kewajibannya itu lantaran merasa nanti kalau uang tersebut dipakai untuk menunaikan kewajiban membelanya, maka bisa-bisa uang jatah membeli rokonya akan berkurang, mulut bisa kecut, masem. Nah, perbuatan seperti ini pun sudah termasuk menggunakan harta yang tidak benar. Jika kita menjumpai perasaan kita, “harga rokok bagi saya tidak seberapa, harganya murah kok”. Baiklah, kita perhatikan dan kita hitung, berapa jumlah uang yang harus kita keluarkan untuk membeli rokok, lipatan kertas yang berisi tembakau, kelembak dan kemenyan yang penuh racun itu selama 20 tahun apabila kita merokok sehari sebungkus seharga sepuluh ribu rupiah? 20 X 360 X Rp 10.000,00 = Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Jika dalam keluarga kita ada dua orang yang gemar merokok dengan rata-rata sebanyak jumlah tersebut di atas, maka dalam jangka waktu selama 20 tahun, keluarga kita itu telah membakar uang/harta sebanyak Rp 144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah) Jika hal ini dilakukan oleh seratus keluarga muslim dalam satu daerah, maka daerah tersebut telah kehilangan uang sebanyak Rp 14.400.000.000,00 (empat belas milyar empat ratus juta rupiah)! Berapa banyak uang yang terbuang dengan sia-sia dari 200 KK?
                Pada saat kelompok atau desa atau daerah ingin membangun masjid, pesantren, atau majelis ta’lim atau kantor organisasi, rumah jujugan, rumah muballigh, terkadang proses pembangunan sudah berlalu puluhan tahun masih juga belum selesai karena dengan alasan tidak mempunyai dana. Padahal, dari 200 KK saja, telah terbuang dana dalam jangka waktu 5 tahun mencapai Rp 7.200.000.000,00 (tujuh milyar dua ratus juta rupiah). Sungguh terlalu, padahal masa lima tahun itu tidak akan terasa lama bagi orang yang mempunyai kefahaman agama yang tinggi, bahwa barangsiapa yang membangun masjid di dunia, yang di dalamnya disebut (asma) Alloh (mak: untuk kegiatan ibadah/keagamaan), maka Alloh Yang Maha Mulia lagi Maha Agung membangunkan rumah baginya di surga. Sebagaimana diterangkan dalam Hadits Sunan Nasaa’i, dari ‘Amri bin ‘Abasah, sesungguhnya Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda: “Barang siapa yang membangun masjid di dalamnya selalu disebut (asma) Alloh, maka Alloh Yang Maha Mulia lagi Maha Agung membangunkan sebuah rumah baginya di surga”.
Di dalam Hadits Sunan Ibnu Majah Juz 1 hal 244, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Barang siapa yang membangun masjid karena Alloh walau pun kecil seperti sarang burung atau lebih kecil lagi dari itu, maka Alloh akan membangunkan rumah baginya di dalam surga”.
Untuk mengamalkan sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang tercantum di dalam Hadits Abu Daud dari Abi Huroiroh, tentang beramal jariyah, yang artinya: “Ketika manusia mati maka putuslah amalnya kecuali dari tiga perkara, yaitu; 1). Shodaqoh jariyah, 2). Ilmu yang bermanfa’at, 3). Anak yang sholih yang mendo’akannya”.
Uang Rp 10.000,00 sangat kecil bagi seorang pengusaha, juga dianggap tidak seberapa oleh kelas ekonomi menengah  jika memang sudah menjadi budak rokok. Karena itu, dia suka menghabiskan lebih dari jumlah ini. Padahal, apabila dihitung dengan jumlah waktu, ternyata demikian besar. Harga sebesar itu dapat digunakan untuk membangun lembaga pendidikan atau sarana ibadah lainnya yang sangat bermanfaat bagi diri pribadi, keluarga, dan ummat. Lembaga pendidikan ummat Islam menyadari akan pentingnya lembaga pendidikan  yang dapat membentengi dan memfilter derasnya arus globalisasi yang apabila tidak dihadapi dengan serius, sungguh hal ini sangat membahayakan masa depan ummat. Dengan demikian, uang yang seharusnya menjadi hak sabilillah melalui zakat, infaq dan shodaqoh malah dia pakai untuk hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya dan juga buat orang lain. Itu artinya dia telah menjatuhkan pada dirinya sendiri pada kerusakan. Oleh karena itu Alloh Ta’alaa telah memperingatkan kepada kita melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqoroh, No. Surat: 2, Ayat: 195, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan infaqlah (belanjakanlah harta bendamu) di jalan Alloh, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berbuat baik”.

                   Merokok bukan saja membuang harta, melainkan juga membuang waktu. Berapa banyak waktu yang terbuang akibat merokok. Jika satu batang rokok memerlukan waktu 5 menit, maka 10 batang rokok memerlukan waktu 50 menit. Padahal, apabila digunakan untuk membaca Al-Qur’an, berapa ayat yang dapat dibaca selama 50 menit itu? Jika satu hari dapat menghabiskan dua bungkus rokok, berapa umur perokok yang terbuang selama 20 tahun karena digunakan untuk hal yang tidak berguna? Padahal, Alloh akan bertanya tentang umur manusia; “Dipakai untuk apa saja selama hidup? Dengan memperhatikan semua ini, dapat diketahui dan diyakini, bahwa merokok adalah maksiat yang berkesinambungan, namun kebanyakan orang tidak menyadarinya sebagai suatu perbuatan maksiat sehingga tidak merasa perlu untuk bertaubat.
                   Sebagian perokok mengisap rokok karena tidak mengetahui hukumnya. Sebagian lagi terbawa oleh godaan syetan sehingga mencari alasan supaya rokok tidak dipandang sebagai sesuatu yang harom menurut syari’at. Berbagai argumentasi mereka kemukakan untuk mendorong orang berkata, bahwa rokok tidak harom atau tidak berdosa, sebab tidak ada dalinya melarang merokok. Boleh jadi seorang perokok membela diri dengan mengatakan, “Semua dalil tersebut tidak berlaku buat saya;
-          Rokok tidak kotor, karena itu bagi saya hukumnya tidak harom,
-          Membeli rokok tidak termasuk pemborosan, karena rokok sangat berguna bagi saya dan dana yang saya keluarkan untuk membeli rokok tidak seberapa dibandingkan dengan pemasukan yang dikerjakan sambil merokok,
-          Dan masalah infaq untuk kepentingan agama suka saya keluarkan juga,
-          Rokok tidak juga mengganggu kesehatan, karena saya sehat-sehat saja. Sebaliknya, banyak orang yang tidak merokok justru sering menderita sakit,
-          Saya tidak merokok di sembarangan tempat, karena menjaga jangan sampai ada yang terganggu, terutama di ruangan yang ber AC. Dengan demikian, sebab-sebab yang sudah disebutkan di atas tidak mengenai diri saya,

Jika itu adalah pandangan kita selaku perokok sebagai pembelaan diri, harap kita merenung sejenak dengan memperhatikan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
-       Ketika kita tidak merasa kotor, maka orang yang dekat dengan kita tentu akan mencium bau rokok dari pakaian kita. Ketika kita sedang berada dalam satu ruangan, lalu orang lain masuk ke dalam ruangan tempat kita berada, tahukah bahwa orang yang masuk ke dalam ruangan kita itu akan menderita karena bau rokok. Ketika pulang ke rumah, meski pakaian kita itu kelihatannya masih bersih, pasti kita tidak dapat bertahan untuk mengenakan pakaian tersebut melainkan harus segera kita lepaskan dan langsung kita masukkan ke dalam bak cucian, karena baunya yang begitu menyengat, terutama ketika tercium oleh keluarga kita. Apakah kita tetap merasa bahwa pakaian yang sudah bau tidak sedap itu masih bersih?

-       Jika kita menganggap bahwa harta tersebut tidak seberapa, apakah kita tidak menyadari bahwa semua harta yang ada pada tangan kita itu adalah titipan Alloh? Apakah kita sudah siap untuk dimintai pertanggungan jawaban di hadapan Alloh tentang penggunaan harta titipan Alloh ini?

-       Kita pun mengaku suka berinfaq ke fii sabiilillah. Apakah infaq kita itu dapat menghapus kesalahan kita di hadapan Alloh terhadap sesama manusia akibat asap rokok yang kita hisap itu, belum lagi dosa lainnya? Sungguh, harta yang kita infaq-kan hanyalah milik Alloh yang Dia atur sesuai dengan kehendak-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Dia pun telah menurunkan aturan bagi semua hamban-Nya agar menyalurkan harta dengan benar.

-       Kita mendapat nikmat sehat, adalah ujian dari Alloh. Apakah akan kita gunakan kesehatan kita itu untuk lebih banyak beramal demi kepentingan ummat ataukah hanya dijadikan sebagai  kepuasan sesaat yang telah membuat sebagaian ummat menderita karena asap rokok? Sungguh, bagaimanapun kenikmatan yang kita terima saat ini lebih banyak di atas orang lain, namun tidak lama lagi akan menghilang atau berpisah dengan kita karena kematian itu tidak dapat kita ketahui kapan akan tiba, yang harus kita waspadai adalah mati nista, mati aniaya.

-       Jika kita tidak merasa mengganggu orang lain dengan asap rokok yang kita hisap, boleh jadi pengakuan kita itu benar. Namun, gangguan itu tidak terasa, kecuali oleh orang yang merasa terganggu. Kita sendiri sebenarnya akan merasa terganggu pada sa’at ingin merokok, namun kondisi dan orang-orang dilingkungan kita tidak mengijinkan, ya kan? Jika kita dapat menahan diri dari merokok karena takut mengganggu orang lain, tidaklah sebaiknya bagi kita menjauhi rokok itu selamanya, agar kita selamat dari nafsu dan bebas dari kecanduan rokok? Dengan demikian, kita menjadi orang mu’min yang sejati, terbebas dan merdeka dari gangguan dan godaan syetan.
                  
                   Sungguh besar dosa orang yang selalu berbuat dosa tanpa pernah menganggapnya sebagai dosa. Padahal, bagaimana tidak termasuk dosa jika merokok menyebabkan rusaknya kesehatan, harta, lingkungan, dan lebih berbahaya lagi adalah merusak agama Islam. Karena itu ia tergolong ummat Islam yang tidak patuh kepada Alloh dan Rosululloh. Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, berpesan dalam Hadits Baihaqi, yang artinya: “Jagalah lima sebelum (datangnya) lima; 1). Jagalah hidupmu sebelum (datang) matimu, 2). Jagalah sehatmu sebelum (datang) sakitmu, 3). Jagalah waktu longgarmu sebelum (datang) waktu sempitmu, 4). Jagalah mudamu sebelum (datang) tuamu, 5). Jagalah kayamu sebelum (datang) fakir / miskinmu”.
                   Padahal, orang yang akan dimasukkan ke dalam surga oleh Alloh hanyalah hambanya yang tho’at kepada Alloh dan Rosul dan mengamalkan / mengerjakan kebaikan.
Tho’at: Sebagaimana firman Alloh dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisaa’, No. Surat: 4, Ayat: 13, yang artinya: “(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Alloh. Barangsiapa taat kepada Alloh dan Rosul-Nya, niscaya Alloh memasukkannya kedalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah keuntungan / kemenangan yang besar”.

Mengamalkan / mengerjakan kebaikan: Sebagaimana firman Alloh dalam Al-Qur’an, Surat Az-Zukhruuf, No. Surat: 43, Ayat: 72, yang artinya: “Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan”.
Karena itu, marilah kita do’akan semoga semua perokok yang sedang mencari kebenaran segera mendapat jawaban yang tepat untuk keselamatan mereka, baik di dunia maupun di akhirot.

0 komentar:

Posting Komentar